Digitalisasi dan Tantangan Baru Hukum Persaingan Usaha: KPPU Ajak Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Melek Regulasi di Era Artificial Intelligence

Yogyakarta – Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melalui Business Law Centre (BLC) kembali menunjukkan kiprahnya dalam menghubungkan dunia akademik dan lembaga penegak hukum. Pada Senin, 15 Desember 2025, bertempat di Teatrikal FSH, diselenggarakan Stadium Generale bertema “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Digitalisasi sebagai Tantangan Baru Hukum di Era Artificial Intelligence.” Acara ini terselenggara atas kerja sama BLC Prodi HES dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) D.I. Yogyakarta.

Acara dibuka oleh Wakil Dekan I FSH, Dr. Ocktoberrinsyah, M.Ag., yang dalam sambutannya menekankan pentingnya adaptasi hukum terhadap perkembangan teknologi digital. Menurutnya, hukum ekonomi tidak bisa berdiri diam di tengah derasnya arus kecerdasan buatan, melainkan harus terus dikontekstualisasikan agar keadilan ekonomi tetap terjaga. “Digitalisasi adalah keniscayaan, tapi regulasi harus memastikan bahwa kecepatan inovasi tidak menyingkirkan nilai keadilan dan kemaslahatan,” ujarnya.

Kegiatan yang dimoderatori oleh M. Arya Dwi Rahman, Co. Divisi Pengembangan Business Law Centre, menghadirkan narasumber utama Kamal Barak, S.H., M.H., Kepala Bidang Penegakan Hukum KPPU Kanwil VII Yogyakarta, serta praktisi akademisi Lusia Nia Kurnianti, S.H., M.H.. Selain itu, turut hadir A Hashfi Luthfi,Kaprodi Hukum Ekonomi Syari'ahyang memberikan pengantar ilmiah terkait urgensi literasi hukum dalam membentuk generasi jurist digital.

Dalam paparannya, Kamal Barak menjelaskan secara komprehensif bagaimana KPPU berperan menjaga ekosistem bisnis tetap sehat di tengah praktik monopoli digital dan penyalahgunaan algoritma. Ia menyoroti fenomena platform dominance, di mana perusahaan teknologi besar memanfaatkan data dan algoritma untuk mengendalikan pasar. “Era Artificial Intelligence membuka efisiensi luar biasa, tapi juga menciptakan risiko persaingan tidak sehat yang tak kasat mata. KPPU hadir untuk memastikan agar inovasi tidak berubah menjadi eksploitasi,” tegasnya.

Kamal juga mengulas dasar hukum persaingan usaha di Indonesia, seperti UU Nomor 5 Tahun 1999 dan perubahan dalam UU Cipta Kerja serta PP No. 44 Tahun 2021, yang memperluas kewenangan KPPU dalam mengawasi merger, akuisisi, dan penyalahgunaan posisi dominan. Ia menambahkan bahwa kepatuhan hukum (compliance program) menjadi kunci bagi pelaku usaha agar dapat bersaing secara sehat dan berkelanjutan. “KPPU mendorong setiap perusahaan, termasuk startup digital, untuk memiliki compliance framework agar etika bisnis tetap terjaga,” jelasnya sambil menampilkan skema advokasi kepatuhan KPPU.

Sementara itu, Lusia Nia Kurnianti menyoroti sisi akademik dari fenomena ini. Ia mengajak mahasiswa untuk tidak hanya memahami teks hukum, tetapi juga konteks sosial dan teknologi di baliknya. “Kecerdasan buatan harus dibaca tidak hanya sebagai alat ekonomi, tapi juga sebagai subjek moral dan hukum. Tantangan kita adalah menciptakan sistem hukum yang adaptif, tanpa kehilangan orientasi etik,” ungkapnya.

Antusiasme mahasiswa tampak tinggi selama sesi diskusi interaktif. Banyak pertanyaan muncul seputar bagaimana hukum Indonesia menanggapi praktik persaingan algoritmik dan regulasi data yang kian kompleks. Acara kemudian ditutup dengan ajakan reflektif dari Business Law Centre agar mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah terus berkontribusi dalam membangun wacana hukum ekonomi digital yang berkeadilan dan kontekstual.

Dengan terselenggaranya kegiatan ini, FSH UIN Sunan Kalijaga menegaskan perannya sebagai ruang akademik yang kritis terhadap perubahan zaman, mengawinkan nilai syariah, etika bisnis, dan teknologi dalam satu tarikan napas keilmuan. Stadium Generale ini bukan sekadar forum ilmiah, melainkan arena pembelajaran untuk meneguhkan hukum sebagai penjaga moralitas di tengah revolusi kecerdasan buatan.